BAB I
PENDAHULUAN
Pada
hakikatnya, berbagai transaksi muamalah yang berlaku di mana saja berhubungan
dengan dua objek utama, yaitu benda material dan non-material, dan ada hak
milik pada objeknya. Dengan adanya kepemilikan tersebut, maka pemilik punya izin
dan wewenang untuk melakukan sesuatu terhadap objek itu guna memenuhi
kebutuhannya. Perbedaan nama dan cara bertransaksi, biasanya didasarkan pada
perbedaan objek dan perbedaan konsekuensi yang ditimbulkannya. Perbedaan itu,
selain berdasar objeknya, juga didasarkan pada ada atau tidaknya imbalan
terhadap objek transaksi itu. Kepemilikan objek material dengan pengganti atau
imbalan, dalam fikih biasanya disebut dengan jual beli. Kepemilikan terhadap
terhadap objek material tanpa pengganti, biasanya disebut dengan hibah.
Kepemilikan objek non-material dengan pengganti, biasanya disebut dengan ijâraħ. Sedang kepemilikan objek
non-material tanpa pengganti, biasanya disebut dengan 'âriyaħ.
Dari beberapa jenis transaksi tersbeut, dalam bab ini secara sederhana akan
dikupas tentang ijâraħ .
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-ijarah
Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa jasa,
atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
memenuhi keperluan hidup manusia.
Secara terminology ada beberapa definisi
Al-ijarah yang dikemukakan oleh para ulama’. Diantaranya:
عقد
على المنافع بعوض
Transaksi
terhadap suatu manfaat dengan imbalan
عقد
على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم
Transaksi
terhadap suatu manfaat yang ditiju tertentu bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijâraħ adalah akad pemindahan hak guna atas
barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
atas barang itu sendiri. Transaksi ijâraħ didasarkan pada adanya
perpindahan manfaat dan . Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual beli.
Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada
objek akad; di mana objek jual beli adalah barang konkrit, sedang yang menjadi
objek pada ijâraħ adalah jasa atau manfaat, antara jual beli dan ijâraħ juga berbeda pada penetapan batas
waktu, di mana pada jual beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek
transaksi, sedang kepemilikan dalam ijâraħ
hanya untuk batas waktu tertentu.
B.
Dasar hukum Al-Ijarah
Ibn Rusyd menegaskan bahwa semua
ahli hukum, baik salaf maupun khalaf, menetapkan boleh terhadap hukum ijâraħ. Kebolehan tersebut didasarkan pada landasan hokum yang
sangat kuat yang dapat dilacak dari al-Qur'an dan Sunnah. Di dalam surat
al-Baqaraħ (2) ayat 233 disebutkan tentang izin terhadap seorang suami
memberikan imbalan materi terhadap perempuan yang menyusui anaknya. Lengkapnya ath tholaq ayat 6 tersebut berbunyi:
...وإن أردتم أن
تسترضعوا أولادكم فلا جناح عليكم إذا سلمتم ما آتيتم بالمعروف...
…Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut….
Penggunaan kata لا جناح dalam ayat
itu menunjukkan bahwa dibolehkan mengupah seseorang untuk menyusukan anak.
Selain berbicara tentang upah dalam menyusukan, al-Qur'an juga menyebutkan
bahwa ijâraħ (jasa upahan) juga dapat
dijadikan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal itu pernah dilakukan oleh Nabi
Syu'aib ketika menikahkan putrinya dengan Nabi Musa, seperti disebutkan dalam
surat al-Qashash ayat 27 berikut:
قال إني أريد أن أنكحك إحدى ابنتي هاتين
على أن تأجرني ثماني حجج فإن أتممت عشرا فمن عندك وما أريد أن أشق عليك ستجدني إن
شاء الله من الصالحين
Berkatalah
dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan
mendapatiku termasuk orang- orang yang baik."
Nabi Muhammad SAW sendiri, selain banyak memberikan
penjelasan tentang anjuran, juga memberikan teladan dalam pemberian imbalan
(upah) terhadap jasa yang diberikan seseorang. Hadis Nabi yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhâriy, Muslim dan Ahmad dari Anas bin Malik menyuruh memberikan
upah kepada tukang bekam. Hadis tersebut berbunyi:
عن
أنس بن مالك رضي الله عنه قال حجم أبو طيبة رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمر له
بصاع من تمر وأمر أهله أن يخففوا من خراجه (رواه البخاري ومسلم وأحمد)
"Dari Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah SAW berbedakm dengan Abu Thayyibah. Kemudian beliau menyuruh
memberinya satu sha' gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari
beban kharâj".
(HR. al-Bukhâriy, Muslim, dan Ahmad).
C.
Rukun Al-Ijarah
Banyak persamaan antara ijâraħ dengan jual beli. Selain terlihat
dari definisi di atas, di dalamnya juga terkandung makna pertukaran harta
dengan harta. Oleh karena itu dalam masalah rukun dan syaratnya, ijâraħ juga memiliki rukun dan syarat
yang berdekatan dengan jual beli. Adapun rukun ijarah :
1.
'âqidayn (mu`jir dan musta`jir),
Mu’jir(مؤجر) yaitu orang yang menyerahkan barang
sewaan dengan akad ijâraħ. Sedang
yang dimaksud dengan al-musta`jir (المستأجر) adalah orang
yang menyewa. Agar akad ijâraħ sah,
mu’jir dan musta’jir diharuskan memenuhi syarat berikut:
a. Berakal dan baligh
b. Suka sama suka
2. sîghaħ (ijâb dan qabûl),
Secara
umum, shîghaħ ijâraħ
disyaratkan bersesuaian dan bersatunya majlis akad seperti yang di persyaratkan
dalam akad jual beli. Maka akad ijâraħ
tidak sah bila antara ijâb dan qabûl tidak bersesuain, seperti tidak bersesuain
antara objek akad dan batas waktu. Selain itu, sama seperti pada transaksi
mu'amalah yang lain, akad itu sendiri tidak disertai dengan syarat yang tidak
sejalan dengan maksud ijâraħ.
3.
ma'qûd 'alayh (ujraħ dan manfaat).
Dalam ijâraħ juga terdapat dua buah objek akad, yaitu barang atau
pekerjaan dan uang sewa atau upah.
Syarat
barang dan pekerjaan yang diakadkan
1.
barang
dan pekerjaannya dapat diserahterimakan
2.
manfaatnya
harus memenuhi syari’at
3.
manfaat
yang ada pada barang dan pekerjaan harus diketahui dua belah pihak dengan
sempurna agar tidak ada perselisihan pada keduanya.
4.
Batas
waktu dan ukurannya harus jelas
Syarat-syarat ujrah:
a.
sesuatu yang dianggap harta dalam pandangan syari'ah (mal
mutaqawwim) dan diketahui.Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW yang
berbunyi sebagai berikut:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه
وسلم لا يساوم الرجل على سوم أخيه ولا يخطب على خطبة أخيه ولا تناجشوا ولا تبايعوا
بالقاء الحجر ومن استأجر أجيرا فليعلمه أجره (رواه البيهقي)
Dari Abi Hurayrah, dari Nabi SAW: "Janganlah seseorang
menawar tawaran saudaranya, jangan meminang pinangan saudaranya, jangan saling
memamata-matai, dan jangan saling membai'at dengan melemparkan batu. Orang yang
mengupah seorang pekerja, hendaklah ia memberi tahu upahnya". (HR. al-Bayhaqiy)
b. Sesuatu yang berharga atau dapat
dihargai dangan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
c. Upah atau imbalan bukan manfaat atau
jasa yang sama dengan yang disewakan.
D.
Macam-macam ijarah
Dilihat
dari objeknya dibagi oleh ulama’ fikih kepada dua macam, yaitu:
· ijâraħ
terhadap manfaat benda-benda konkrit atau dapat diindera, misalnya penyerahan
barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan
rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya untuk dimanfaatkan
penyewa.
· ijâraħ
terhadap jasa ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Ijarahseperti ini menurut ahli fikih bolehapabila jenis pekerjaan
itu jelas, seperti buruh bangunan,tukang jahit,dan lain sebagainya.
E.
Berakhirnya akad ijarah
Sebab-sebab
berakhirnya akad ijarah, diantaranya
:
§ Tenggang waktu yang disepakati dalam
akad ijarah telah berakhir.
Misalnya
yang diseakan itu rumah, maka rumah tersebut harus dikembalikan kepada
pemiliknya. Apabila yang disewakan itu jasa seseorang maka mereka berhak
menerima upah yang telah disepakati.
§ Objeknya hilang atau musnah, seperti
rumah yang disewa terbakar atau baju yang dihajitkan hilang.
§ Adanya udur dari salah satu pihak,
menurut hanafiyah seperti rumah yang disewakan disita oleh Negara karena
lilitan hutang. Menurut jumhur ulama’ udur yang boleh membatalkan akad adalah
jika objeknyaada cacat atau manfaat yang dituju akad telah hilang.
§ Menurut hanafiyah jika salah seorang
dari pelaku ijarah meninggal maka akad akan hilang. Tapi menurut jumhur ulama’
akad ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang pelaku karena boleh
diwariskan.
BAB III
KESIMPULAN
v Al-ijarah menurut bahasa : upah
v Al-ijarahMenurut istilah :akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan atas barang
itu sendiri.
v Hokum melakukan akad ijarah adalah
boleh.
v Rukun ijarah:
1. 'âqidayn
(mu`jir dan musta`jir),
2. sîghaħ (ijâb dan qabûl),
3. ma'qûd 'alayh (ujraħ dan manfaat).
v Macam-macam ijarah ada dua :manfaat
pada barang dan pada jasa
v Sebab-sebab berakhirnya akad ijarah
:
a. tenggang waktu yang disepakati
berakhir
b. objeknya hilang atau musnah
c. ada udzur dari salah satu pihak
d. menurut hanafiah jika ada salah satu
meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi abd .dasar-dasar hokum ekonomi islam .2010. Jakarta :CV
Putra Media Nusantara
Muhammad 'Amim al-Ihsan
al-Majdidiy al-Burkatiy, Qawa'id al-Fiqh,1987, Karatisyiy: al-Shadf
Fibalsyaraz,
Asy-Syabani
al-Khathib, mughni al-muhtaj, jilid II
Sunan
al-Bayhaqiy
al-Kubra, 1994,Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dâr al-Baz, Juz 6